Archive for Mei 2011
Banjarnegara, hakikat embun kalbumu
Hari masih pagi.Mentari masih bersembunyi di peraduan, samar-samar sinarnya muncul menembus kegamangan awan. Biru-biru cerah muda membias syahdu diterpa setitik-titik cahaya yang timbul dan tenggelam di pertengahan April. Satu per satu burung keluar, menyambut sentuhan pertama mentari. Berdansa mereka di rekahan titik-titik mentari yang semakin jumawa membumbung di horizon. Seperti juga aku, pagi benar aku siapkan kuda besiku. Sudah sedari pagi aku mandikan dia. Rupanya aku terlalu antusias seperti burung gereja di pagi ini.
Silvie - julukan manis untuk kuda besiku- menembus rongga-rongga pagi, menembus putih suci jejatuhan embun yang dingin dan segar. Aku pun laksana embun, kedinginan setelah semalam bersemayam di dedaunan,,aku semalaman menunggu hangat itu,,menyongsong aku menunggu pagi,walau sekejap mata aku diterjang kehangatan itu tapi setetes kebermaknaan lah hakikatku ada. Pagi ini aku menerjang aspal-aspal kedinginan jalanan Bukateja, masih lengang tak banyak hiruk pikuk peradaban terlihat. Tujuanku ke Banjarnegara, daerah yang pernah aku kunjungi sewaktu masih booming promosi murahan Bonbin Seruling Mas, dan kami -aku dan keluargaku- representasi keluarga berencana yang baru beranjak mapan menjadi sasaran empuk promosi itu. Tapi itu udah sangat lama, waktu aku masih asyik dengan tamagochi sepertinya. Memilih jalur Purbalingga pun sebenarnya jalur yang tidak efisien, karena aku memilih jalur yang memutar. Tapi kabar burung yang mengatakan lewat jalur Banyumas lebih berbahaya karena jalurnya masih remaja, dalam artian jerawatan atau bopeng kanan dan kiri.
Purbalingga pun masih menggeliat waktu aku melintas. Jalur sibuk para pekerja pabrik di jalan arterinya masih belum terlihat. Aku seperti tersedot ke mesin waktu, saat masih digdaya dengan putih abu-abu atau putih krem -kebanggaan almamater ganeshaku-. Saat aku masih terlalu muda memandang dunia dan menjamah tiap jengkal Purbalingga. Hawa pagi ini masih sama, saat aku lewat terminal, seperti kulihat bayangku menanti angkutan yang tak jua datang. Saat aku bergegas menghindari jarum jam menunjuk angka tujuh. Bukateja masih laksana kota mati, kota persinggahan antara Banjar dan Purbalingga ini masih lelap dalam tidurnya. Jembatannya yang panjang dan sungai yang sombong membelah kedua daratan itu, landmark kota persinggahan ini.
Banjarnegara masih jauh, belum lagi aku sampai ke Klampok. Akhirnya sampai juga ke Klampok, aku disambut gemerlap pesta demokrasi di Banjarnegara. Muka-muka sok mengayomi menghiasi tiap sudut kota, tipenya hampir sama. Pria setengah baya dengan setelan formal, muka dibuat sedemikian rupa sehingga menghasilkan pencitraan yang bersahaja dan yang paling dominan adalah jeans hitam membalut tubuh, setelan itu rupanya belum mampu menyembunyikan perutnya yang secara sembrono menyembul di balutan pencitraan yang dibuat. Taglineku untuk ini : emang perut gak bisa bohong.. :P
Jalanan Banjar masih memanjang. Dataran rendah di kaki Pegunungan Dieng ini terlihat datar. Jalan hanya lurus tanpa banyak pemandangan berarti. Datar seperti kota ini.
Aku pun akhirnya sampai di kostmu. Kumpulan para mahasiswa kebidanan yang berdesakan di bedeng kecil di tengah kota Banjarnegara. Mereka masih muda, seumuranku tapi mempunyai kutukan profesi, yaitu selepas wisuda harus terbiasa dengan panggilan Ibu. Ya, Ibu bidan. Tak seperti biasanya kau sudah siap. Terlihat menawan di mataku yang sedari pagi kelilipan debu jalanan Banjarnegara. Hari ini kami akan berkunjung ke rumah saudaranya di Batur. Tempat dia menghabiskan waktu sewaktu ia masih balita. Dan aku pun mafhum dia terlihat antusias menyambut perjalanan ini. Masa lalu itu layaknya mozaik, tercecer tak jelas di kolong dunia. Maka temukanlah mozaik itu satu per satu agar menjadi penyemangatmu kelak.
( Aku dan kamu laksana embun pagi. Menunggu semalaman menerpa hijau dedaunan, saat mentari merekah dan menggoda atas hangatnya. Hakikat atas kebermaknaan adalah embun itu. Sedetik hilang diterpa mentari yang semalam ia tunggu. Tapi kebermaknaanlah tujuan hidupnya )
* cerita selanjutnya TRIP TO BATUR ======> ON GOING PROJECT
Pasar Kliwon ; sebuah cerita untuk masa depan
Hari itu..ya hari itu,sungguh tak telupakan dan hina dina,hehehe..Tantangan yang amat sangat susah untuk diduga.
Minggu kemarin,kami terguncang sambil tertawa saat angkudes membawa lari tawa kami.Candaan atas teknik mendapatkan pekerjaan yang paling efektif dan efisien berputar di episentrum otak kami.Teknik ini akan merepresentasikan kehandalanmu dalam public speaking, lobbying tingkat tinggi, sedikit ancaman atau segurat muka penuh memelas.Cerminan pribadimu sampai jam 11. Baju kusam sekumal-kumalnya menempel mesra di tubuh kami yang sedari sore tidak berkenalan dengan air, berkolaborasi membentuk simfoni dengan bau mulut yang tak terpoles pasta gigi pagi ini. Sebuah kenyataan atas manusia yang sejatinya bertahta rasionalitas bernama mahasiswa : Pagi ini.
Sudah setengah jam aku memutari Kliwon,sudah banyak lapak yang aku tanyakan kesediaannya.Kadang penolakan halus dan kasar aku telan mentah-mentah.Gelengan kepala atau malah lambaian tanda mengusir kesekiaan kalinya aku terima, tapi itu baru permulaan cerita ini...
Teman-teman yang lain juga masih terlihat berputar kesana kemari, mencari lowongan yang tak pasti.Baru 2 kali putaran, mata kami memincing iri dan melihat sinis.Rupanya Naim sudah mendapat gawe.Celemek KW 2 membungkus lekat tubuhnya yang juga KW 10 karena belum mandi.Kedua tangannya penuh membawa celemek warna-warni cap murahan bikinan sablonan kelas taipan sablon abal-abal.Mukanya berseri seakan kearoganan menyelimuti tiap sudut tawanya, sangat serasi dengan warna merah pasaran dan kuning gigi celemek jualannya. Dia orang pertama yang menyabet pekerjaan, fresh graduate dari Universitas Zona Nyaman (hehe,jadi inget Imeng :P).
Putaran ketiga masih kulihat banyak teman-teman kebingungan.Ade masih canggung berjalan menyisir sisi kiri pasar, mungkin sedang mencari kosakata Bahasa Jawa yang dulu pernah dia buat kamus di semester satu. Anisa, yang biasanya terlihat senyumnya,kali ini masam sambil membenarkan rambut kritingnya yang semalam terbakar, gayanya dengan baju soundrenaline memberikan ketakutan mungkin jika dia dikira bromocorah wanita dengan tato Jagalah Kebersihan.Sesekali terlihat Intan dan Imeng sungguh berat mencari kerja dengan kulit mulus kalian.Dan Wie Lie masih berjalan setengah berlari sambil memikirkan alasan apa untuk bisa menggerakan hati orang pasar agar memperkerjakannya. Tio rupanya sudah berganti profesi,setelah setengah jam lalu mondar mandir sebagai broker air mineral, kali ini dia terlihat percaya diri meneteng jajanan pasar, klanting dan kawan-kawannya. Sungguh dinamisasi yang luar biasa oleh Ketua Semnas ini, dia sekarang pun resmi menyandang gelar Cabang Berjalan Klanting Gurih.Kami membaur menanyakan kesana kemari, mencari setipis-tipisnya kesempatan, mencari ilmu yang tak pernah ditulis oleh Professor manapun.
Aku berhenti sejenak di depan pasar. Kulihat banyak muka-muka agak eksotis tersiram cahaya matahari sedari siang.Ardhi masih ketawa ketiwi sambil berbincang-bincang dengan tukang parkir dan andong kuda.Aku harap dia tidak sedang mempresentasikan dirinya untuk menggantikan kuda. Denis sudah resign dari dunia entertainment setelah dia selaku Pimpinan Konser dan artisnya Eto merasa tidak diapresiasi oleh pendengar segmentasi pasar. Baru sebuah lagu didendangkan oleh Eto dengan penuh penghayatan dan nada-nada yang tak lepas dari pitch sudah diganjar dengan bulatan kecil warna perak dengan angka 1 dan nol dua mengekor. Track recordnya sebagai penyanyi kampus dan pencitraan mukanya yang agak mendukung pun sepertinya tak banyak membantu si Penjual Bawang untuk tak ragu menambal mulutnya dengan receh dua ratus.
Aku masuk ke pasar lagi,aku memberanikan diri menanyakan pekerjaan ke penjual bawang. Mukanya sudah tak muda lagi, tempaan berpuluh-puluh tahun atas ekspektasi mencari laba. Dagangannya masih banyak, kadang juga bau-bau tak sedap tanda busuk kerap tercium.Stock opname bulan lalu mungkin belum BEP. Kutatap matanya yang mulai lelah, kuajukan alasan secara halus dengan bahasa Kromo Inggil. Rupanya beliau sedari tadi belum ada satu pun konsumen yang mendekat dan menyatakan keengganan untuk memperkerjakanku sampai jam 11. Aku pun berlalu dan si Mbah rupanya memanggilku sambil berucap "Kiye nggo ongkos bali nduk, sinau sing pinter ben dadi dokter ".Tangannya mengulurkan lembaran Kapitan Pattimura. Sejurus kemudian dia tersenyum memamerkan giginya yang merah karena kinang. Mata agak berkaca-kaca dan gemetar menerima hadiah itu (lebe).Dan aku belajar hari ini bahwa yang besar dan prestige tidak selamanya memberi kesempatan, justru banyak orang yang kekurangan dan tertindas lebih memperhatikan sekitar.
Uang 3000 sudah aku genggam setelah seribu dari penjual bawang dan 2000 dari jasa cuci piring mie ayam. Masih defisit 2000, kembali aku berputar untuk kesekian kalinya.Rupanya kebanyakan temanku sudah merasa nyaman bekerja. Wie Lie sedang asyik memutar-mutar lombok, berkelompok dengan Meidita dan Sebastian. Denis rupanya masih terpukul dengan kemunduran bisnis entertainmentnya, dan merasa keberatan setelah ditinggal artisnya untuk membabukan diri :P ."Kang dah dapet berapa ??" tanyaku
" Wah masih stagnan kang "
Akhirnya kami sepakat jalan-jalan ke daerah perumahan belakang pasar. Dani dan Ami terlihat membungkuk di depan sebuah rumah, rupanya mereka sedang bernegosiasi.Kami lewat sambil lalu. Kemudian mereka memanggil kami dan secara eksplisit mereka telah membuktikan kapabilitas mereka dalam mencari pekerjaan. Dan 2 motor pun menanti untuk dimandikan. Rupanya kami mendapat pekerjaan yang lekat dengan keimanan seorang insan manusia kepada Tuhannya. Kami bekerja atas asas mulia " Kebersihan adalah sebagian dari Iman" dan berharap pahala runtuh sekenanya. Orang pesimis sie bilang kita jadi pembokat :P
Setelah sejam puas memandikan motor orang lain,kami sepakat istirahat. Sebelum si punya rumah - ibu ibu setengah baya dengan perut tingkat tiga- menunjuk ke arah pojok rumah dan menyuruh dengan nada sol " Itu potnya dipindahin ya mas ".Setelah sejam bekerja atas titah keimananan kami selanjutnya setengah merunduk menjinjing jinjing pot. Dan secara yudikatif, status pekerjaan kami berubah menjadi desainer outdoor.Bahasa orang pesimisnya sie tukang kebun :P
Dani dan Ami masih terlihat suaranya dari luar.Mereka bertugas menyapu dan mengepel, tugas sehari-hari yang jamak dilakukan kaum Hawa. Maka mereka pun secara simultan berjalan ke arah kanan dan kiri ; memikat bagai balerina yang menyisir panggung. Aih, rupanya mereka terlalu mendalami pekerjaan ini.
Akhirnya selesai sudah pekerjaan kami.Uang dua puluh ribu seakan tersenyum kepada kami berempat. Tanda kami bisa pulang ke BBI singasari,karanglewas.
Perjalanan hari ini pun usai, atas petualangan pengalaman tanpa batas. Tantangan kali ini bukti sahih kedewasaan kalian. Hari itu, kami menahbiskan diri bekerja sekenanya. Itulah hakikat kita berada dalam lingkaran keluarga ini. Untuk melayani, tanpa lelah, maksimal dan tak kehilangan senyum.
Minggu kemarin,kami terguncang sambil tertawa saat angkudes membawa lari tawa kami.Candaan atas teknik mendapatkan pekerjaan yang paling efektif dan efisien berputar di episentrum otak kami.Teknik ini akan merepresentasikan kehandalanmu dalam public speaking, lobbying tingkat tinggi, sedikit ancaman atau segurat muka penuh memelas.Cerminan pribadimu sampai jam 11. Baju kusam sekumal-kumalnya menempel mesra di tubuh kami yang sedari sore tidak berkenalan dengan air, berkolaborasi membentuk simfoni dengan bau mulut yang tak terpoles pasta gigi pagi ini. Sebuah kenyataan atas manusia yang sejatinya bertahta rasionalitas bernama mahasiswa : Pagi ini.
Sudah setengah jam aku memutari Kliwon,sudah banyak lapak yang aku tanyakan kesediaannya.Kadang penolakan halus dan kasar aku telan mentah-mentah.Gelengan kepala atau malah lambaian tanda mengusir kesekiaan kalinya aku terima, tapi itu baru permulaan cerita ini...
Teman-teman yang lain juga masih terlihat berputar kesana kemari, mencari lowongan yang tak pasti.Baru 2 kali putaran, mata kami memincing iri dan melihat sinis.Rupanya Naim sudah mendapat gawe.Celemek KW 2 membungkus lekat tubuhnya yang juga KW 10 karena belum mandi.Kedua tangannya penuh membawa celemek warna-warni cap murahan bikinan sablonan kelas taipan sablon abal-abal.Mukanya berseri seakan kearoganan menyelimuti tiap sudut tawanya, sangat serasi dengan warna merah pasaran dan kuning gigi celemek jualannya. Dia orang pertama yang menyabet pekerjaan, fresh graduate dari Universitas Zona Nyaman (hehe,jadi inget Imeng :P).
Putaran ketiga masih kulihat banyak teman-teman kebingungan.Ade masih canggung berjalan menyisir sisi kiri pasar, mungkin sedang mencari kosakata Bahasa Jawa yang dulu pernah dia buat kamus di semester satu. Anisa, yang biasanya terlihat senyumnya,kali ini masam sambil membenarkan rambut kritingnya yang semalam terbakar, gayanya dengan baju soundrenaline memberikan ketakutan mungkin jika dia dikira bromocorah wanita dengan tato Jagalah Kebersihan.Sesekali terlihat Intan dan Imeng sungguh berat mencari kerja dengan kulit mulus kalian.Dan Wie Lie masih berjalan setengah berlari sambil memikirkan alasan apa untuk bisa menggerakan hati orang pasar agar memperkerjakannya. Tio rupanya sudah berganti profesi,setelah setengah jam lalu mondar mandir sebagai broker air mineral, kali ini dia terlihat percaya diri meneteng jajanan pasar, klanting dan kawan-kawannya. Sungguh dinamisasi yang luar biasa oleh Ketua Semnas ini, dia sekarang pun resmi menyandang gelar Cabang Berjalan Klanting Gurih.Kami membaur menanyakan kesana kemari, mencari setipis-tipisnya kesempatan, mencari ilmu yang tak pernah ditulis oleh Professor manapun.
Aku berhenti sejenak di depan pasar. Kulihat banyak muka-muka agak eksotis tersiram cahaya matahari sedari siang.Ardhi masih ketawa ketiwi sambil berbincang-bincang dengan tukang parkir dan andong kuda.Aku harap dia tidak sedang mempresentasikan dirinya untuk menggantikan kuda. Denis sudah resign dari dunia entertainment setelah dia selaku Pimpinan Konser dan artisnya Eto merasa tidak diapresiasi oleh pendengar segmentasi pasar. Baru sebuah lagu didendangkan oleh Eto dengan penuh penghayatan dan nada-nada yang tak lepas dari pitch sudah diganjar dengan bulatan kecil warna perak dengan angka 1 dan nol dua mengekor. Track recordnya sebagai penyanyi kampus dan pencitraan mukanya yang agak mendukung pun sepertinya tak banyak membantu si Penjual Bawang untuk tak ragu menambal mulutnya dengan receh dua ratus.
Aku masuk ke pasar lagi,aku memberanikan diri menanyakan pekerjaan ke penjual bawang. Mukanya sudah tak muda lagi, tempaan berpuluh-puluh tahun atas ekspektasi mencari laba. Dagangannya masih banyak, kadang juga bau-bau tak sedap tanda busuk kerap tercium.Stock opname bulan lalu mungkin belum BEP. Kutatap matanya yang mulai lelah, kuajukan alasan secara halus dengan bahasa Kromo Inggil. Rupanya beliau sedari tadi belum ada satu pun konsumen yang mendekat dan menyatakan keengganan untuk memperkerjakanku sampai jam 11. Aku pun berlalu dan si Mbah rupanya memanggilku sambil berucap "Kiye nggo ongkos bali nduk, sinau sing pinter ben dadi dokter ".Tangannya mengulurkan lembaran Kapitan Pattimura. Sejurus kemudian dia tersenyum memamerkan giginya yang merah karena kinang. Mata agak berkaca-kaca dan gemetar menerima hadiah itu (lebe).Dan aku belajar hari ini bahwa yang besar dan prestige tidak selamanya memberi kesempatan, justru banyak orang yang kekurangan dan tertindas lebih memperhatikan sekitar.
Uang 3000 sudah aku genggam setelah seribu dari penjual bawang dan 2000 dari jasa cuci piring mie ayam. Masih defisit 2000, kembali aku berputar untuk kesekian kalinya.Rupanya kebanyakan temanku sudah merasa nyaman bekerja. Wie Lie sedang asyik memutar-mutar lombok, berkelompok dengan Meidita dan Sebastian. Denis rupanya masih terpukul dengan kemunduran bisnis entertainmentnya, dan merasa keberatan setelah ditinggal artisnya untuk membabukan diri :P ."Kang dah dapet berapa ??" tanyaku
" Wah masih stagnan kang "
Akhirnya kami sepakat jalan-jalan ke daerah perumahan belakang pasar. Dani dan Ami terlihat membungkuk di depan sebuah rumah, rupanya mereka sedang bernegosiasi.Kami lewat sambil lalu. Kemudian mereka memanggil kami dan secara eksplisit mereka telah membuktikan kapabilitas mereka dalam mencari pekerjaan. Dan 2 motor pun menanti untuk dimandikan. Rupanya kami mendapat pekerjaan yang lekat dengan keimanan seorang insan manusia kepada Tuhannya. Kami bekerja atas asas mulia " Kebersihan adalah sebagian dari Iman" dan berharap pahala runtuh sekenanya. Orang pesimis sie bilang kita jadi pembokat :P
Setelah sejam puas memandikan motor orang lain,kami sepakat istirahat. Sebelum si punya rumah - ibu ibu setengah baya dengan perut tingkat tiga- menunjuk ke arah pojok rumah dan menyuruh dengan nada sol " Itu potnya dipindahin ya mas ".Setelah sejam bekerja atas titah keimananan kami selanjutnya setengah merunduk menjinjing jinjing pot. Dan secara yudikatif, status pekerjaan kami berubah menjadi desainer outdoor.Bahasa orang pesimisnya sie tukang kebun :P
Dani dan Ami masih terlihat suaranya dari luar.Mereka bertugas menyapu dan mengepel, tugas sehari-hari yang jamak dilakukan kaum Hawa. Maka mereka pun secara simultan berjalan ke arah kanan dan kiri ; memikat bagai balerina yang menyisir panggung. Aih, rupanya mereka terlalu mendalami pekerjaan ini.
Akhirnya selesai sudah pekerjaan kami.Uang dua puluh ribu seakan tersenyum kepada kami berempat. Tanda kami bisa pulang ke BBI singasari,karanglewas.
Perjalanan hari ini pun usai, atas petualangan pengalaman tanpa batas. Tantangan kali ini bukti sahih kedewasaan kalian. Hari itu, kami menahbiskan diri bekerja sekenanya. Itulah hakikat kita berada dalam lingkaran keluarga ini. Untuk melayani, tanpa lelah, maksimal dan tak kehilangan senyum.