Popular posts

Anggaisme

Anggaisme adalah sebuah ide pemikiran akan suatu hal sehari-hari menurut pandangan saya yang amat sangat subyektif.Ruang kosong itu menjadi bentukan ekspresi saya ,bentukan itu saya dedikasikan untuk ruang pribadi,untuk mereka yang tertulis didalamnya dan obyek yang terpilih.Jadilah subyektif dan temukan dirimu.

Mengenai Saya

Aku terlahir dengan nama Angga Guidanto Hidayatulah.Masih mencari proses menemukan diriku yang sebenarnya dan sangat menginginkan tantangan kehidupan... Akulah pria yang menantang gunung-gunung tantangan.. Yang siap jatuh dalam jurang kegagalan.. Aku ingin merasakan HIDUP !!!!

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Catatanku On Senin, 28 Maret 2011



Pagi merekah di ufuk timur, mulai terbuka sejak mentari dengan digdaya muncul ke permukaan samar-samar. Warnanya tersamar dengan malam yang mulai memudar, berpendar membentuk warnanya oranye beradu dengan hitam pekat. Dari penjuru arah angin, sayup-sayup terdengar adzan. Dari menara-menara masjid yang terpantul cahaya gemerlap mentari itu suara adzan menusuk pagi. Muadzin menarik panjang suaranya, menukik pada bagian akhirnya. Saat idzhar terbaca jelas dan ikhfa tersamar nadanya, membentuk alunan nada milik Illahi Robi.

Wanita itu masih duduk di sajadahnya, setelah pada sepertiga malam mulai menegakan badannya dan melawan dingin untuk sekedar memenuhi sunahNya.Sebelum adzan mulai samar-samar terdengar ia panjatkan lantunan ayat Al quran. Bernada sedemikian indahnya, naik turun dengan sangat cantik. Dia bahkan tak pernah bisa tuk sekedar bernyanyi. Tapi lantunan tiap sepertiga malam itu adalah bentuk rintihan dan curhatan atas hidup yang semakin tak pasti. Ditumpahkan semua gelora yang terekam di dalam dada, terangkum dalam naik turun yang membahana. Hingga dia membaca akhir dari surah Al quran desahannya terhenti dan rasa ngilunya hilang. Terganti dengan rasa dingin ketentraman yang mulai menggerayangi dari sudut kalbu dan meluas sampai keseluruh tubuhnya.

Sedetik kemudian tangan yang mulai renta menggoyang-goyangkan tubuhku. Berharap aku tersadar dari tidurku. Kadang dia terlampau bersemangat untuk membangunkanku, sampai ada sebuah teriakan. Entahlah…. Teriakan yang tulus dari tangan-tangan Tuhan yang suci sepertinya.

Walau terlihat lemah saat membaca lantunan ayat suci namun dirinya harus menjadi penjaga akhlak kami. Segala cara dan upaya dikerahkannya untuk menajalankan misi mulianya. Membangun keluarga Islam yang kuat sedari Subuh. Perubahan sifat yang begitu drastis itu menunjukan komitmennya yang tiada henti kepada kami. Dia takkan pernah berharap kami melihat momentum sebelum membangunkan kami.Buatnya hal yang perlu dikenal darinya cukup satu kalimat lugas : tegas dan istiqomah !

Memang untukku sebenarnya Subuh itu sangat indah. Berlarian dengan ikomah, berharap tak sampai tertinggal rakaat. Atau saat alunan adzan khas subuh yang berarti solat itu lebih baik dari tidur. Entahlah aku merasakan kantuk yang teramat hebat pada bagian refrain tersebut. Seolah-olah tiap kelopak mataku dijejali dengan milyaran Iblis yang meniupkan angin-angin nikmat pembuat kantuk. Atau memelukku erat hingga sekujur tubuh didera kedinginan yang kelu dari ujung kaki ke ujung kepala dan bagian otakku mengomandoi untuk segera menarik selimut. Subuh teramat berat untukku.

Tapi itu sebelum cipratan air itu menerjang mukaku. Aih..tips terakhir membangunkan orang yang bergundik dengan setan. Wanita itu mulai kehabisan kesabaran rupanya.

Tahukah kau Kawan, berlarian untuk mengejar subuh adalah hal yang membuat stimulan paling berharga untukmu. Mengejar alunan adzan sebelum berhenti di akhir, berlarian bersanding rekahan mentari yang tersudut di timur. Saat kakimu mulai meregang dan jantungmu berdetak memompa ke sekujur tubuh, seolah berdzikir dan tiada henti melantunkan syukur atas nikmat pagi dan Subuh.

Duhai kau wanita pemilik pagi, bangganya aku menyebutmu Ibu.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments