Popular posts

Anggaisme

Anggaisme adalah sebuah ide pemikiran akan suatu hal sehari-hari menurut pandangan saya yang amat sangat subyektif.Ruang kosong itu menjadi bentukan ekspresi saya ,bentukan itu saya dedikasikan untuk ruang pribadi,untuk mereka yang tertulis didalamnya dan obyek yang terpilih.Jadilah subyektif dan temukan dirimu.

Mengenai Saya

Aku terlahir dengan nama Angga Guidanto Hidayatulah.Masih mencari proses menemukan diriku yang sebenarnya dan sangat menginginkan tantangan kehidupan... Akulah pria yang menantang gunung-gunung tantangan.. Yang siap jatuh dalam jurang kegagalan.. Aku ingin merasakan HIDUP !!!!

Pengikut

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

Archive for Januari 2013

In the name of LOVE

Sabtu, 05 Januari 2013
Posted by Catatanku

Aku selalu terkagum-kagum dengan orang dibelakang layar. Ada semacam keindahan yang dipadu padankan dengan kecerdasan didalamnya. Aku pun terlahir dari rahim seorang kawulo wingking, Ibuku, darinyalah aku belajar tentang manajemen pertama kali. Tentang sebuah daya dan upaya untuk bisa membuat dapur tetap eksis dengan kepulan asapnya  dan masih bisa bernafas di hari esok, bahkan kalau pun ada uang sisa bisa dimasukan kedalam tabungan. Didalamnya juga terdapat banyak seni-seni untuk melakukan alternatif manajerial tersebut, tak jarang Ibuku sering memasak nasi yang tak habis malam hari menjadi nasi goreng, atau kalaupun tak ada daging kadang dia memasak kikil atau hanya sekedar ati rempela.  Setidaknya setiap orang punya alas an untuk menggilai orang belakang layar.

Bapakku kemudian mengenalkanku dengan pertunjukan wayang kulit. Saat itu aku masih belum genap 6 tahun, dan aku merasakan ada energi yang sangat kuat yang menggerakan ragaku untuk bangun di tengah malam dan memaksa mataku untuk tak terlelap. Maka malam hari saat bulan purnama menjelang, aku dan Bapak sudah bersiap-siap diatas sepeda Phoenixnya. Diikat kakiku agar tak hancur dirajam jari-jari roda sepeda. 

Saat bulan bertahta atas malam, kedua insan yang terendam dalam kegelapan, menyisir perlahan menuju arah suara gamelan. Aku hanya terdiam diatas sadel, yang aku ingat hanya purnama, suara gamelan beradu dengan gemerisik dan gegap gempita jangkrik sepanjang jalan yang kulalui dan sesekali nafas putus-putus bapakku.

Wayang kulit seakan semakin mengukuhkan kecintaanku atas orang dibalik layar. Didalam pagelaran yang megah dan bergelimang dalam cahaya terang benderang akan terasa kosong dan hambar jika sang dalang tak mampu membingkai cerita dengan baik. Memberikan nyawa dan  meniupkan suara-suara yang sesuai dengan karakter watak dan memberikan koordinasi dengan para nayaga untuk mapu memberikan efek dramatis sesuai dengan adegan. Semuanya dikontrol oleh satu orang. Yang menentukan jaya atau tidaknya sebuah pagelaran wayang. Dan semuanya bercampur baur antara koordinasi dan keindahan seni. Sungguh hebat para orang di balik layar.

Maka atas semua memori yang terhampar di masa lampauku. Aku terdampar di sini. Diantara kepungan gunung Merapi dan Merbabu, diantara ratusan ribu kepala bercap mahasiswa. Ya,,aku masih lekat dengan nama mahaiswa dan segala pernak pernik didalamnya. Saat mereka yang mendahuluiku lulus atau setelahku lulus sudah mulai berbincang asyik tentang gaji, bonus, karier, kesempatan. Aku pun menghela nafas menghilangkan kegalauanku bersama secangkir kopi dan segepok optimism. Aku berjuang atas apa yang aku cintai dan perjuangkan sedari aku kecil. Sebuah profesi yang diantaranya bermuara antara eksotisme keindahan seni dan kemampuan mencapai tujuan.

Cinta adalah gejolak passion paling kuat
Aku melakukannya atas cinta dan buah cintaku adalah hal bernama kepuasan. Efek samping dari cinta hanya pemuas perut dan dahaga agar aku tetap terus bisa mencintai.